IDEOLOGI
MEDIA MASSA
Oleh:
Akhmad Yusuf
Dalam suatu Negara, media bukan hanya berperan sebagai
pilar kekuatan keempat, tetapi juga sebagai lokomotif perubahan yang penting.
Fenomena ini kian mendapatkan legitimasi, terutama pasca revolusi teknologi
komunikasi dan informasi. Dalam kurun waktu yang terbilang cepat, media massa
telah mengubah pola kehidupan masyarakat secara signifikan. Bahkan ditengarai
media massa memiliki kemampuan mengubah pengetahuan kehidupan masyarakat. Pada
media massa elektronik televisi, penonton seolah disihir untuk setia duduk
berjam – jam mengikuti setiap tayangan acara yang ditransmisikan secara massal
dari satu sumber yang sesungguhnya telah di setting untuk tujuan tertentu.
Begitu pun dalam media massa cetak, pembaca disuguhi berbagai informasi yang
sudah jadi dan sarat interpretasi.
Sudah tentu , jika masyarakat atau pemerintah memiliki rasa ketakutan terhadap efek yang ditimbulkan oleh pengusung media massa ini. Meski diakui, tak sedikit pula dari mereka yang banyak diuntungkan oleh perubahan ini. Realitas perubahan yang bersifat paradoksal semacam ini yakni di satu sisi berimplikasi negatif dan di sisi lain positif, tentu perlu disikapi lebih serius. Terutama jika perubahan itu dapat mengancam nilai kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, cukup relevan bahwa para kritikus memberikan peringatan kepada media massa agar ikut bertanggung jawab atas pembentukan sikap masyarakat akibat daya kekutannya.
Sudah tentu , jika masyarakat atau pemerintah memiliki rasa ketakutan terhadap efek yang ditimbulkan oleh pengusung media massa ini. Meski diakui, tak sedikit pula dari mereka yang banyak diuntungkan oleh perubahan ini. Realitas perubahan yang bersifat paradoksal semacam ini yakni di satu sisi berimplikasi negatif dan di sisi lain positif, tentu perlu disikapi lebih serius. Terutama jika perubahan itu dapat mengancam nilai kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, cukup relevan bahwa para kritikus memberikan peringatan kepada media massa agar ikut bertanggung jawab atas pembentukan sikap masyarakat akibat daya kekutannya.
Ideologi
adalah sistem kepercayaan dan sistem nilai serta representasinya dalam berbagai
media dan tindakan sosial. (Yasraf, 1999: 16). Definisi ini searah dengan
Marxisme. Menurut pandangan Marxisme, gaya hidup dilandasi oleh satu ideologi
tertentu yang menentukan bentuk dan arahnya. Cara berpakaian, gaya makan, jenis
bacaaan dikatakan merupakan ekspresi dari cara kelompok masyarakat mengaitkan
hidup mereka dengan kondisi eksistensi mereka, yang kombinasinya membentuk ideologi kelas sosial
mereka. Gaya hidup, kata Nicos Hadjinicolaou, merefleksikan kesadaran kelas
kelompok masyarakat tertentu, dan dengan demikian ia merupakan satu bentuk
ideologi kelas. (Yasraf, 1999: 210)
Dalam
hal ini apakah media massa mempunyai ideologi yang diusung oleh media massa
tertentu. Hal ini tentu menjadi perdebatan yang sengit dalam kalangan pemikir.
Sudah tentu jelas bahwa Marxisme berpendapat bahwa ideologi yang mendasari
terbentuknya media massa itu ada. Berbeda dengan pandangan Baudrillard. Bagi
Baudrillard, perbincangan mengenai ideologi pada era media massa sekarang ini
tidak lagi dimungkinkan , sebab ideologi hanya ada dalam kelas-kelas sosial,
padahal yang ada kini hanya massa. Tidak ada yang disebut ideologi massa.
Massa, menurut Baudrillard, tidak memiliki apa yang disebut pertentangan sosial
(pertentangan kelas, sayap kiri/sayap kanan). Di hadapan sebuah televisi,
misalnya, setiap orang, siapa saja adalah massa. Ideologi mengharuskan
keberpihakan sedangkan pada massa – tanpa menanyakan keberpihakan ideologis. (Yasraf,
1999: 195)
Menurut
Shoemaker dan Reese, objektivitas lebih merupakan ideologi bagi jurnalis
dibandingkan seperangkat aturan atau praktik yang disediakan oleh jurnalis.
Dalam pandangan Tuchman, objektivitas adalah “ritual” bagi proses pembentukan
dan produksi berita. Ia adalah sesuatu yang yang dipercaya, menjadi bagian dari
ideologi yang disebarkan oleh dan dari wartawan. (Eriyanto, Analisis Framing,
2012: 132)
Menurut
Matthew Kieran, berita tidaklah dibentuk dalam ruang hampa. Berita diproduksi
dari ideologi dominan dalam suatu wilayah kompetensi tertentu. Ideologi di sini
tidaklah selalu harus dikaitkan dengan ide-ide besar. Ideologi juga bisa
bermakna politik penandaan atau pemaknaan. (Eriyanto, Analisis Framing, 2012:
154)
Ideologi
adalah hasil rumusan dari individu-individu tertentu. Keberlakuannya menuntut
tidak hanya kelompok yang bersangkutan. Akan tetapi, selain membutuhkan subjek,
ideologi juga menciptakan subjek. (Eriyanto,
Analisis Wacana, 2012: 99).
Banyak
orang percaya, teks media menuntun cara pandang masyarakat terhadap dunia.
Tatkala dunia semakin sesak oleh laju arus informasi dan pesatnya pertumbuhan,
media tak sekadar jadi pegangan tetapi kebutuhan. Ia kerap diibaratkan sebagai
matahari yang menerangi dunia, menyampaikan pesan yang merasuk ke kalbu umat
manusia dan memberi pencerahan (Siregar, 2004:107). Tak heran, media menduduki
posisi penting bagi ruang sosial masyarakat kini.
Ideologi
media banyak dipengaruhi sistem ekonomi, sosial, dan politik yang berlaku kala
itu. Bergantinya sistem politik mengakibatkan berganti pula dominasi ideologi
media yang berkembang. Ideologi media tidaklah bersifat statis. Lewat teks
media, sebuah ideologi bisa ditengarai bagaimana ia dikonstruksi, ditantang,
ataupun berubah.
Menurut
Yasraf Amir Piliang, pengkajian tentang media massa tidak dapat dipisahkan dari
kepentingan yang ada di balik media tersebut, khususnya kepentingan terhadap
informasi yang disampaikannya. Di dalam perkembangan media mutakhir,
setidak-tidaknya ada dua kepentingan utama (eksternal
media) yaitu kepentingan ekonomi (economic
interest) dan kepentingan kekuasaan (power
interest) yang membentuk isi media (media content) berupa informasi yang
disajikan dan makna yang ditawarkannya. Di antara dua kepentingan utama
tersebut, ada kepentingan yang lebih mendasar yang justru terabaikan, yaitu
kepentingan publik. Media yang seharusnya berperan sebagai ruang publik (publik sphere) sering diabaikan oleh
kuatnya dua kepentingan tersebut. (Mahpuddin, 2009:191)
Kuatnya
kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik inilah sesungguhnya menjadikan media
tidak dapat bersikap netral, jujur, adil, obyektif dan terbuka. Akibatnya,
informasi yang disuguhkan oleh media telah menimbulkan persoalan obyektivitas
pengetahuan yang serius pada media itu sendiri. Kepentingan-kepentingan ekonomi
dan kekuasaan politik akan menentukan apakah informasi yang disampaikan oleh
sebuah media mengandung kebenaran (truth)
atau kebenaran palsu (pseudo-truth),
menyampaikan obyektivitas atau subyektivitas, bersifat netral atau memihak,
merepresentasikan fakta atau memelintir fakta, menggambarkan realitas (reality) atau mensimulasi realitas (simulacrum). (Mahpuddin, 2009:192)
Daftar Pustaka
Mahpuddin.
2009. Ideologi Media Massa dan
Pengembangan Civil. Jurnal Academica Untad. Vol 1, No 2. http://download. portalgaruda.org/article.php,
1 Oktober 2015.
Sudibyo,
Agus.2004. “Absennya Pendekatan Ekonomi
Politik untuk Studi Media” dalam Komunikasi, Negara, dan Masyarakat. Nunung
Prajarto (ed). Fisipol UGM, Yogyakarta.
Piliang,
Yasraf Amir. 1999. Sebuah Dunia Yang
Dilipat: Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya
Posmodernisme. Mizan, Bandung.
Eriyanto.
2012. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media.
LKiS. Yogyakarta.
Eriyanto.
2012. Analisis Framing: Konstruksi,
Ideologi, dan Politik Media. LKiS, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih telah mengunjungi blog ini. Semoga bermanfaat.
Tinggalkan komentar dengan sopan.