2/16/2016

Ideologi Media Massa

IDEOLOGI MEDIA MASSA
Oleh: Akhmad Yusuf 
Dalam suatu Negara, media bukan hanya berperan sebagai pilar kekuatan keempat, tetapi juga sebagai lokomotif perubahan yang penting. Fenomena ini kian mendapatkan legitimasi, terutama pasca revolusi teknologi komunikasi dan informasi. Dalam kurun waktu yang terbilang cepat, media massa telah mengubah pola kehidupan masyarakat secara signifikan. Bahkan ditengarai media massa memiliki kemampuan mengubah pengetahuan kehidupan masyarakat. Pada media massa elektronik televisi, penonton seolah disihir untuk setia duduk berjam – jam mengikuti setiap tayangan acara yang ditransmisikan secara massal dari satu sumber yang sesungguhnya telah di setting untuk tujuan tertentu. Begitu pun dalam media massa cetak, pembaca disuguhi berbagai informasi yang sudah jadi dan sarat interpretasi.
Sudah tentu , jika masyarakat atau pemerintah memiliki rasa ketakutan terhadap efek yang ditimbulkan oleh pengusung media massa ini. Meski diakui, tak sedikit pula dari mereka yang banyak diuntungkan oleh perubahan ini. Realitas perubahan yang bersifat paradoksal semacam ini yakni di satu sisi berimplikasi negatif dan di sisi lain positif, tentu perlu disikapi lebih serius. Terutama jika perubahan itu dapat mengancam nilai kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, cukup relevan bahwa para kritikus memberikan peringatan kepada media massa agar ikut bertanggung jawab atas pembentukan sikap masyarakat akibat daya kekutannya.
Ideologi adalah sistem kepercayaan dan sistem nilai serta representasinya dalam berbagai media dan tindakan sosial. (Yasraf, 1999: 16). Definisi ini searah dengan Marxisme. Menurut pandangan Marxisme, gaya hidup dilandasi oleh satu ideologi tertentu yang menentukan bentuk dan arahnya. Cara berpakaian, gaya makan, jenis bacaaan dikatakan merupakan ekspresi dari cara kelompok masyarakat mengaitkan hidup mereka dengan kondisi eksistensi mereka, yang  kombinasinya membentuk ideologi kelas sosial mereka. Gaya hidup, kata Nicos Hadjinicolaou, merefleksikan kesadaran kelas kelompok masyarakat tertentu, dan dengan demikian ia merupakan satu bentuk ideologi kelas. (Yasraf, 1999: 210)
Dalam hal ini apakah media massa mempunyai ideologi yang diusung oleh media massa tertentu. Hal ini tentu menjadi perdebatan yang sengit dalam kalangan pemikir. Sudah tentu jelas bahwa Marxisme berpendapat bahwa ideologi yang mendasari terbentuknya media massa itu ada. Berbeda dengan pandangan Baudrillard. Bagi Baudrillard, perbincangan mengenai ideologi pada era media massa sekarang ini tidak lagi dimungkinkan , sebab ideologi hanya ada dalam kelas-kelas sosial, padahal yang ada kini hanya massa. Tidak ada yang disebut ideologi massa. Massa, menurut Baudrillard, tidak memiliki apa yang disebut pertentangan sosial (pertentangan kelas, sayap kiri/sayap kanan). Di hadapan sebuah televisi, misalnya, setiap orang, siapa saja adalah massa. Ideologi mengharuskan keberpihakan sedangkan pada massa – tanpa menanyakan keberpihakan ideologis. (Yasraf, 1999: 195)
Menurut Shoemaker dan Reese, objektivitas lebih merupakan ideologi bagi jurnalis dibandingkan seperangkat aturan atau praktik yang disediakan oleh jurnalis. Dalam pandangan Tuchman, objektivitas adalah “ritual” bagi proses pembentukan dan produksi berita. Ia adalah sesuatu yang yang dipercaya, menjadi bagian dari ideologi yang disebarkan oleh dan dari wartawan. (Eriyanto, Analisis Framing, 2012: 132)
Menurut Matthew Kieran, berita tidaklah dibentuk dalam ruang hampa. Berita diproduksi dari ideologi dominan dalam suatu wilayah kompetensi tertentu. Ideologi di sini tidaklah selalu harus dikaitkan dengan ide-ide besar. Ideologi juga bisa bermakna politik penandaan atau pemaknaan. (Eriyanto, Analisis Framing, 2012: 154)
Ideologi adalah hasil rumusan dari individu-individu tertentu. Keberlakuannya menuntut tidak hanya kelompok yang bersangkutan. Akan tetapi, selain membutuhkan subjek, ideologi juga menciptakan subjek. (Eriyanto, Analisis Wacana, 2012:  99).
Banyak orang percaya, teks media menuntun cara pandang masyarakat terhadap dunia. Tatkala dunia semakin sesak oleh laju arus informasi dan pesatnya pertumbuhan, media tak sekadar jadi pegangan tetapi kebutuhan. Ia kerap diibaratkan sebagai matahari yang menerangi dunia, menyampaikan pesan yang merasuk ke kalbu umat manusia dan memberi pencerahan (Siregar, 2004:107). Tak heran, media menduduki posisi penting bagi ruang sosial masyarakat kini.
Ideologi media banyak dipengaruhi sistem ekonomi, sosial, dan politik yang berlaku kala itu. Bergantinya sistem politik mengakibatkan berganti pula dominasi ideologi media yang berkembang. Ideologi media tidaklah bersifat statis. Lewat teks media, sebuah ideologi bisa ditengarai bagaimana ia dikonstruksi, ditantang, ataupun berubah.
Menurut Yasraf Amir Piliang, pengkajian tentang media massa tidak dapat dipisahkan dari kepentingan yang ada di balik media tersebut, khususnya kepentingan terhadap informasi yang disampaikannya. Di dalam perkembangan media mutakhir, setidak-tidaknya ada dua kepentingan utama (eksternal media) yaitu kepentingan ekonomi (economic interest) dan kepentingan kekuasaan (power interest) yang membentuk isi media (media content) berupa informasi yang disajikan dan makna yang ditawarkannya. Di antara dua kepentingan utama tersebut, ada kepentingan yang lebih mendasar yang justru terabaikan, yaitu kepentingan publik. Media yang seharusnya berperan sebagai ruang publik (publik sphere) sering diabaikan oleh kuatnya dua kepentingan tersebut. (Mahpuddin, 2009:191)
Kuatnya kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik inilah sesungguhnya menjadikan media tidak dapat bersikap netral, jujur, adil, obyektif dan terbuka. Akibatnya, informasi yang disuguhkan oleh media telah menimbulkan persoalan obyektivitas pengetahuan yang serius pada media itu sendiri. Kepentingan-kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik akan menentukan apakah informasi yang disampaikan oleh sebuah media mengandung kebenaran (truth) atau kebenaran palsu (pseudo-truth), menyampaikan obyektivitas atau subyektivitas, bersifat netral atau memihak, merepresentasikan fakta atau memelintir fakta, menggambarkan realitas (reality) atau mensimulasi realitas (simulacrum). (Mahpuddin, 2009:192)
Daftar Pustaka
Mahpuddin. 2009. Ideologi Media Massa dan Pengembangan Civil. Jurnal Academica Untad. Vol 1, No 2. http://download. portalgaruda.org/article.php, 1 Oktober 2015.
Sudibyo, Agus.2004. “Absennya Pendekatan Ekonomi Politik untuk Studi Media” dalam Komunikasi, Negara, dan Masyarakat. Nunung Prajarto (ed). Fisipol UGM, Yogyakarta.
Piliang, Yasraf Amir. 1999. Sebuah Dunia Yang Dilipat: Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Posmodernisme. Mizan, Bandung.
Eriyanto. 2012.  Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. LKiS. Yogyakarta.

Eriyanto. 2012. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. LKiS, Yogyakarta. 

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah mengunjungi blog ini. Semoga bermanfaat.
Tinggalkan komentar dengan sopan.